7 unsur kebudayaan suku makassar
unsur budaya universal :
1. Bahasa : Lontara
Daeng Pamatte' lahir di Kampung Lakiung (Gowa).
Beliau adalah salah seorang tokoh sejarah Kerajaan Gowa yang tidak dapat
dilupakan karena karya besar yang ditinggalkannya. Bagi masyarakat Sulawesi
Selatan, menyebut nama Daeng Pamatte', orang lantas mengingat karyanya yaitu
huruf Lontara. Dia dikenal sebagai pencipta huruf Lontara Makassar dan
pengarang buku Lontara Bilang Gowa Tallo.
Pada masa Kerajaan Gowa diperintah Raja Gowa ke IX
Karaeng Tumapakrisi Kallonna, tersebutlah Daeng Pamatte' sebagai seorang
pejabat yang dikenal karena kepandaiannya. Tidak heran apabila ia dipercaya
oleh Baginda untuk memegang dua jabatan penting sekaligus dalam pemerintahan
yaitu sebagai "sabannara" (syahbandar) merangkap
"Tumailalang" (Menteri Urusan Istana Dalam dan Luar Negeri) yang
bertanggung jawab mengurus kemakmuran dan pemerintahan Gowa.
Lahirnya karya bersejarah yang dibuat "Daeng
Pamatte" bermula karena ia diperintah oleh Karaeng Tumapakrisi Kallonna
untuk mencipta huruf Makassar. Hal ini mungkin didasari kebutuhan dan kesadaran
dari Baginda waktu itu, agar pemerintah kerajaan dapat berkomunikasi secara tulis-menulis,
dan agar peristiwa-peristiwa kerajaan dapat dicatat secara tertulis.
Maka Daeng Pamatte' pun melaksanakan dan berhasil
memenuhinya. Dimana ia berhasil mengarang Aksara Lontara yang terdiri dari 18
huruf . Lontara ciptaan Daeng Pamatte ini dikenal dengan istilah Lontara Toa
(het oude Makassarche letters chrif) atau Lontara Jangang-Jangang (burung)
karena bentuknya seperti burung. Juga ada pendapat yang mengatakan dasar
pembentukan aksara Lontara dipengaruhi oleh huruf Sangsekerta.
Kemudian Lontara ciptaan Daeng Pamatte' ini,
mengalami perkembangan dan perubahan secara terus menerus sampai pada abad ke
XIX. Perubahan huruf tersebut baik dari segi bentuknya maupun jumlahnya yakni
18 menjadi 19 dengan ditambahkannya satu huruf yakni "ha" sebagai pengaruh
masuknya Islam. (Monografi Kebudayaan Makassar di Sulawesi Selatan 1984 : 11).
2. Sistem pengetahuan
Menurut suku
Makassar dalam menentukan hari baik atau tanggal baik dalam melaksanakan
sesuatu seperti menentukan hari pernikahan, masuk rumah, mendaftarkan diri
untuk umroh dan lain-lain ada 1 orang atau 2 orang dari keluarga tersebut
mendatangi keturunan leluhur atau biasanya di sebut orang pintar untuk
menanyakan hari baik tersebut. Dan ketika kita mendatangi orang pintar tersebut
untuk menanyakan hari baik, rupanya tidak langsung biasa menentukan, karna
membutuhkan waktu biasanya 2 sampai 3 hari, karena orang pintar tersebut
biasanya menerawang di malam senin, kamis, dan jumat. Agar makin kuat untuk
menentukan hari baik biasanya kita dilengkapi dengan sholat istikhara berharap
kepada allah agar diberikan petunjuk dan taufiknya agar tercapai sesuai dengan
keyakinan kita dan mendapatkan berkah kebaikan.
3. Sistem kemasyarakatan
Pelapisan
sosial masyarakat
Makassar terpengaruh oleh sisa-sisa sistem sosial zaman Kerajaan
Tana (Buta) ri Gowa dan Kesultanan Makassar dulu. Pada zaman dulu Kerajaan Gowa
dibagi ke dalam beberapa daerah yang disebut bate. Masing-masing diperintah
oleh seorang kepala negeri yang disebut karaeng atau gollarang. Pada masa
sekarang para bangsawan keturunan raja-raja Gowa itu disebut ana' karaeng
Maraenganaya. Lapisan sosial orang biasa yang mayoritas, disebut maradeka. Pada
zaman dulu dikenal pula satu lapisan paling bawah, yaitu para hamba sahaya yang
disebut ata.
Sistem hubungan
kekerabatan yang berlaku dalam masyarakat ini adalah bilateral, karena keluarga
besar pihak ayah dan pihak ibu dianggap sama-sama memiliki peran penting dalam
kehidupan sosial seseorang. Tetapi mereka mengkategorikan hubungan kekerabatan
itu berdasarkan kedekatan dan keakrabatan. Kerabat yang dianggap
"dekat" disebut bija. Kerabat dekat ini dibedakan lagi menjadi bija
pammanaka, yaitu kerabat dekat karena hubungan darah, dan bija panreng-rengan,
yaitu kerabat dekat karena hubungan perkawinan. Bentuk pemilihan jodoh secara tradisional
cenderung endogami keluarga besar, terutama pilihan yang disebut saudara sepupu
silang, walaupun pada masa sekarang sudah amat sulit dipertahankan. Sedangkan
pola menetap sesudah menikah cenderung untuk bersifat virilokal, yaitu tinggal
menetap di lingkungan pihak orang tua lelaki suami.
4. Sistem
peralatan hidup & teknologi
Sistem
teknologi masyarakat Sulawesi Selatan dapat dilihat pada kapal pinisi yang
digunakan berlayar dan juga badik sebagai senjata tradisionalnya
a. Kapal
Pinisi

Kapal ini
umumnya memiliki dua tiang layar utama dan tujuh buah layar, yaitu tiga di
ujung depan, dua di depan, dan dua di belakang; umumnya digunakan untuk
pengangkutan barang antarpulau. Pinisi adalah sebuah kapal layar yang
menggunakan jenis layar sekunar dengan dua tiang dengan tujuh helai layar yang
dan juga mempunyai makna bahwa nenek moyang bangsa Indonesia mampu mengharungi
tujuh samudera besar di dunia.
Hingga
saat ini, Kabupaten Bulukumba masih dikenal sebagai produsen Perahu Pinisi,
dimana para pengrajinnya tetap mempertahankan tradisi dalam pembuatan perahu
tersebut, terutama di Keluharan Tana Beru.
b. Badik
adik atau
badek adalah pisau dengan bentuk khas yang dikembangkan oleh masyarakat Bugis
dan Makassar. Badik bersisi tajam tunggal atau ganda. Seperti keris, bentuknya
asimetris dan bilahnya kerap kali dihiasi dengan pamor. Namun demikian, berbeda
dari keris, badik tidak pernah memiliki ganja (penyangga bilah).
Badik ini merupakan senjata khas tradisonal
Makassar, Bugis dan Mandar yang berada dikepulauan Sulawesi. Ukurannya yang
pendek dan mudah dibawa kemana mana.Maka biasanya senjata adat yang bernama
Badik ini dahulu sering dipakai oleh kalangan petani untuk melindungi dirinya
dari binatang melata dan atau membunuh hewan hutan yang mengganggu tanamannya.
Selain itu karena orang bugis gemar merantau maka penyematan badik
dipinggangnya membuat dia merasa terlindungi. Badik memiliki bentuk dan sebutan
yang berbeda-beda tergantung dari daerah mana ia berasal.
Umumnya badik digunakan untuk membela diri dalam
mempertahankan harga diri seseorang atau keluarga. Hal ini didasarkan pada
budaya siri' dengan makna untuk mempertahankan martabat suatu keluarga. Konsep
siri' ini sudah menyatu dalam tingkah laku, sistem sosial budaya dan cara
berpikir masyarakat Bugis, Makassar dan Mandar di Sulawesi Selatan. Selain dari
pada itu ada pula badik yang berfungsi sebagai benda pusaka, seperti badik
saroso yang memiliki nilai sejarah. Ada pula sebagian orang yang meyakini bahwa
badik berguna sebagai jimat yang berpengaruh pada nilai baik dan buruk
seseorang
c. Sepeda & Bendi
Sepeda ataupun Dokar, koleksi Perangkat
pertanian Tadisional ini adalah bukti
sejarah peradaban bahwa sejak jaman dahulu bangsa indonesia khususnya masyarakat
Sulawesi Selatan telah dikenali sebagai masyarakat yang bercocok tanam. Mereka
menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian terutama tanaman padi sebagai
bahan makanan pokok.
d. Koleksi peralatan tenun tradisional
Dari koleksi Peralatan Tenun Tradisional ini, dapat
di ketahui bahwa budaya menenun di Sulawesi Selatan
diperkirakan berawal dari jaman prasejarah,
yakni
ditemukan berbagai jenis benda peninggalan kebudayaan di beberapa daerahseperti leang –
leang kabupaten maros yang diperkirakan sebagai pendukung pembuat pakaian dari
kulit kayu dan serat – serat tumbuhan-tumbuhan. Ketika pengetahuan manusia pada
zaman itu mulai Berkembang mereka menemukan cara yang lebih baik yakni alat
pemintal tenun dengan bahan baku benang kapas. Dari sinilah mulai tercipta
berbagai jenis corak kain saung dan pakaian tradisional.
5. Sistem mata pencaharian
Pada dasarnya mata
pencaharian orang
Makassar adalah menanam padi di sawah yang telah mengembangkan
sistem irigasi tradisional. Selain itu, pertanian sayur-sayuran, buah-buahan
dan tanaman keras juga cukup berkembang. Akan tetapi di mata masyarakat
lain orang
Makassar lebih terkenal sebagai nelayan penangkap ikan, pedagang
dan pelaut yang gigih. Mereka telah mengembangkan tradisi dan pengetahuan
kelautan yang mengagumkan. Jenis perahu Makassar yang disebut pinisi terkenal
sebagai perahu yang kuat dan ramping serta mampu mengarungi lautan luas selama
berbulan-bulan. Karena ciri kebudayaan seperti itu, maka orang
Makassar sering diidentikkan dengan orang Bugis, tidak heran kalau
kedua nama itu sering ditulis oleh penulis lama dalam kata majemuk Bugis-Makassar.
6. Sistem Religi
Orang Makassar sudah sejak lama
memeluk agama Islam. Walaupun begitu dalam kehidupan sehari-hari sebagian masih
mempertahankan sisa-sisa keyakinan pra-Islam. Sebelum kedatangan agama
Islam orang
Makassar mempercayai adanya tokoh-tokoh dewa dan roh nenek moyang
serta makhluk gaib lainnya. Tokoh dewa tertinggi dalam keyakinan mereka itu
disebut Patotoe atau Dewata Seuae (Dewata Yang Tunggal). Keyakinan lama itu
masih nampak dalam pelaksanaan upacara-upacara setempat, terutama yang
berkaitan dengan pertanian dan daur hidup, serta pemeliharaan tempat-tempat
yang dianggap keramat (saukang).
7. Kesenian
Kesenian
selawesi selatan di kenal sebagai kebudayaan tinggi dalam konteks kekinian.
Karena pada dasarnya, seni tidak hanya menyentuh aspek bentuk morfologis, tapi
lebih dari itu dia mampu memberikan kontribusi psikologis. Di samping
memberikan kesadaran setetis, juga mampu melahirkan kesadaran etis. Dianta
kedua nilai tersebut, tentunya tidak terlepas dari sejauhmana masyarakat kesenian
public art mampu mengapresiasi dan menginterpretasikan makna dan simbol dari
sebuah pesan yang dituangkan dalam karya seni.
- Tari pakarena
Tari Pakarena Merupakan tarian khas
Sulawesi Selatan, Nama Pakarena sendiri di ambil dari bahasa setempat, yaitu
karena yang artinya main. Tarian ini pada awalnya hanya dipertunjukkan di
istana kerajaan, namun dalam perkembangannya tari
Pakarena lebih memasyarakat di kalangan rakyat.
Menggelar tarian pakarena dengan diiringi tabuhan
ganrang (gendang) oleh masyarakat Gowa merupakan simbolisasi penghargaan kepada
nenek moyang atau leluhur, sehingga tarian ini tidak boleh lalai dilakukan
karena ditakutkan ada gangguan dari arwah leluhur yang merasa tidak mendapatkan
penghormatan yang sepantasnya.Tari Pakarena memberikan kesan
kelembutan. Hal tersebut mencerminkan watak perempuan yang lembut, sopan,
setia, patuh dan hormat pada laki-laki terutama pada suami. Sepanjang
Pertunjukan Tari Pakarena selalu diiringi dengan gerakan lembut para penarinya
sehingga menyulitkan bagi masyarakat awam untuk mengadakan babak pada tarian
tersebut
- Gandrang bulo
Gandrang
Bulo adalah tarian tradisional khas Makassar yang diiringi oleh tabuan gendang dan tabuan bambu. Kata gandrang bulo
sendiri berasal dari dua kata, yaitu “gandrang”
yang berarti tabuan atau pukulan dan “bulo”
yang berarti bambu. Gandrang bulo biasanya dimainkan oleh beberapa orang
dengan suasana yang ceria dan ramai, didalamnya biasanya diselipkan dialog
yang kritis namun tetapmemberi kesan lucu
dan menghibur. Dialog yang disisipkan
dalam tarian seperti masalah politik, sosial dan budaya
- Rumah adat
Tiap daerah atau tiap suku
pasti mempunyai rumah adat khas, begitu pula dengan suku Makassar. Rumah dalam
bahasa Makassar di sebut “Balla Lompoa” rumah ini berbentuk rumah panggung
dengan kayu sebagai penyangganya
- Baju Bodo
Sesuai dengan namanya “bodo” yang berarti pendek, baju ini memang berlengan pendek. Dahulu Baju Bodo dipakai tanpa baju dalaman sehingga memperlihatkan payudara dan lekuk-lekuk dada pemakainya, dan dipadukan dengan sehelai sarung yang menutupi bagian pinggang ke bawah badan.
Namun seiring dengan masuknya pengaruh Islam di daerah ini, baju yang tadinya memperlihatkan aurat pun mengalami perubahan. Busana transparan ini kemudian dipasangkan dengan baju dalaman berwarna sama,namun lebih terang. Sedangkan busana bagian bawahnya berupa sarung sutera senada
Baju
Bodo memang pakaian tradisional khusus untuk perempuan yang dalam penggunaannya
memiliki aturan berdasarkan warna yang melambangkan tingkat usia dan kasta
perempuan pemakainya. Warna jingga untuk perempuan berusia 10 tahun, jingga dan
merah darah untuk perempuan berusia 10 sampai 14 tahun, merah darah untuk
perempuan berusia 17 sampai 25 tahun, warna putih dipakai para inang dan dukun,
warna hijau khusus dipakai para puteri bangsawan, dan warna ungu dipakai oleh
para janda.
- Lagu daerah
lagu Daerah Sulawesi Selatan, di
antaranya anging Mammiri, anak kukang, Sulawesi pa’rasanganta,
Ma’rencong-renccong, Ati Raja, dan Masih
Banyak Lagi.
Berikut lirik dan makna dari lagu Anging Mammiri
Berikut lirik dan makna dari lagu Anging Mammiri
Anging
mammiri ku pasang
Pitujui tontonganna
Tusarroa takkaluppa (2X)
E..aule…
Namangngu’rangi
Tutenayya…tutenayya pa’risi’na (2X)
Battumi
anging mammiri
Anging ngerang dinging-dinging
Namalantang saribuku
E..aule…
Mangerang nakku
Nalo’lorang… nalo’lorang je’ne mata
Anging
mammiri ku pasang
Pitujui tontonganna
Tusarroa takkaluppa
Makna lagu
Angiing Mamiri merupakan lagu yang
diciptakan oleh Bora D.G. Irate. Arti dari Anging Mamiri adalah angin yang
bertiup, membawa kesejukan dan pesan rindu kepada orang tersayang. Kalau belum
tahu lagunya, berikut ini ada lirik Anging Mamiri yang bisa kamu ikuti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar